Rabu, 11 November 2015

Dilarang Memegang Kemaluan dengan Tangan Kanan!



tangan memegang
Dilarang Memegang Kemaluan dengan Tangan Kanan!
Assalamu’alaikum. Ust. Bolehkah memyentuh atau memegang kemaluan sendiri dgn tangan kanan ?
Dari Helmy via Tanya Ustadz for Android
Jawaban:
Wa alaikumus salam Wa rahmatullah,
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Dari Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
وَإِذَا أَتَى الْخَلَاءَ فَلَا يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِه
“Apabila kalian masuk toilet, janganlah menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya, dan jangan cebok dengan tangan kanannya.” (HR. Bukhari 194 dan Muslim 393).
Dalam riwayat lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ
“Janganlah kalian menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya, ketika dia sedang kencing.” (HR. Muslim 392).
Syaikh Abdullah al-Fauzan mengatakan,
الحديث دليل على نهي البائل أن يمسك ذكره بيمينه حال البول ؛ لأن هذا ينافي تكريم اليمين .وقد حمل جمهور العلماء هذا النهي على الكراهة ـ كما ذكر النووي وغيره ـ ؛ لأنه من باب الآداب والتوجيه والإرشاد ، ولأنه من باب تنزيه اليمين وذلك لا يصل النهي فيه إلى التحريم
Hadis di atas merupakan dalil larangan memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika kencing. Karena perbuatan ini tidak memuliakan tangan kanan. Mayoritas ulama memahami larangan dalam hadis ini sebagai larangan makruh, sebagaimana ditegaskan an-Nawawi dan yang lainnya. Karena hadis ini berbicara masalah adab, dan arahan. Disamping itu, larangan ini terait sikap memuliakan tangan kanan, dan sifat larangan itu tidak sampai pada hukum haram.
Syaikh melanjutkan,
وذهب داود الظاهري وكذا ابن حزم إلى أنه نهي تحريم ، بناءً على أن الأصل في النهي التحريم .وقول الجمهور أرجح ، وهو أنه نهيُ تأديب وإرشاد ، ومما يؤيده قوله صلّى الله عليه وسلّم في الذَّكَرِ: “هل هو إلا بضعة منك….”
Sementara Daud az-Zhahiri, demikian pula Ibnu Hazm, menilai larangan ini sebagai larangan yang statusnya haram. Berdasarkan prinsip, hukum asal larangan adalah haram. Namun pendapat mayoritas ulama lebih kuat, bahwa larangan ini sifatnya adalah arahan terkait masalah adab. Dan diantara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang hukum memegang kemaluan, “Bukankah itu bagian dari anggota badamu?..” (Minhah al-Allam, Syarh Bulugh Maram, 1/312).
Al-Khithabi mengatakan,
إنما كره مس الذكر باليمين تنزيها لها عن مباشرة العضو الذي يكون منه الأذى والحدث ، وكان صلى الله عليه وسلم يجعل يمناه لطعامه وشرابه ولباسه ويسراه لما عداها من مهنة البدن…
Menyentuh kemaluan dengan tangan kanan hukumnya makruh, untuk melindungi tangan kanan agar tidak menyentuh anggota badan yang menjadi saluran kotoran dan najis. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tangan kanan beliau untuk makanan, minuman, didahulukan ketika memakai baju. Sementara beliau gunakan tangan kirinya untuk hal-hal yang kurang terhormat. (Ma’alim as-Sunan, 1/23)
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial

Jika Imam Bangkit ke Rakaat Kelima IbadahSholat



jika imam shalat salah

Jika Imam Salah Dalam Sholat dan Bangkit ke Rakaat Kelima

Ada kasus: ketika shalat isya, imam bangkit ke rakaat kelima. Makmum sudah mengingatkan, tapi imam tetap lanjut. Apa yang harus dilakukan makmum?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Mari kita simak beberapa fatwa ulama berikut,
Fatwa pertama,
Syaikhul Islam pernah ditanya, ada imam yang bangkit ke rakaat kelima, lalu makmum mengingatkannya dengan bertasbih. Tapi imam tidak merespon peringatan makmum. Dia yakin tidak lupa. Apakah makmum harus ikut berdiri bersama imam ataukah tidak?
Jawaban Syaikhul Islam,
إن قاموا معه جاهلين لم تبطل صلاتهم ، لكن مع العلم لا ينبغي لهم أن يتابعوه ، بل ينتظرونه حتى يسلم بهم ، أو يسلموا قبله ، والانتظار أحسن
Jika makmum ikut berdiri (ke rakaat kelima) bersama imam karena tidak tahu, maka shalatnya tidak batal. Namun jika dia tahu, dia tidak boleh untuk mengikuti imam. Yang dia lakukan adalah menunggu imam, sampai imam salam bersama mereka. Atau dia bisa salam sebelum imam. Akan tetapi, menunggu lebih bagus.
(Majmu’ al-Fatawa, 23/53)
Fatwa kedua,
Fatwa Lajnah Daimah tentang kasus imam lupa, menambahkan jumlah rakaat shalat,
وأما المأموم الذي تيقن أن الإمام زاد ركعة – مثلا- فلا يجوز له أن يتابعه عليها، وإذا تابعه عالماً بالزيادة، وعالماً بأنه لا تجوز المتابعة بطلت صلاته .أما من لم يعلم أنها زائدة فإنه يتابعه، وكذلك من لا يعلم الحكم
Makmum yang yakin bahwa imam menambahkan jumlah rakaat shalatnya, maka makmum tidak boleh mengikuti imam. Jika dia tetap mengikuti padahal dia tahu itu rakaatnya kelebihan, dan dia juga tahu bahwa dalam kasus ini tidak boleh mengikuti imam, maka shalatnya batal. Akan tetapi bagi mereka yang tidak tahu bahwa itu tambahan, maka dia bisa mengikuti imam. Demikian pula mereka yang tidak tahu hukumnya bahwa itu dilarang.
(Majmu’ Fatawa Lajnah Daimah, 7/128)
Dalam fatwanya yang lain, Lajnah Daimah juga mengatakan,
من علم من المأمومين أن إمامه قام ليأتي بركعة زائدة كخامسة في الصلاة الرباعية سبح له، فإن رجع فبها، وإلا جلس وانتظر الإمام حتى يسلم بسلامه
Makmum yang mengetahui bahwa imam menambahi rakaat shalat, misalnya bangkit ke rakaat kelima, maka dia harus membaca tasbih. Jika imam kembali (duduk tasyahud), itu yang diharapkan. Jika imam tidak duduk, dia bisa menunggu imam (dengan duduk tasyahud), kemudian salam bersama imam.
(Majmu’ Fatawa Lajnah Daimah, 7/132)
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial

Cara Menentukan Waktu Shalat Ketika Di Pesawat


shalat di pesawat

Menentukan Waktu Shalat Ketika Di Pesawat

Assalamu’alaikum, Pak. Ngapunten… Ada teman yang akan berangkat ke amerika. Di jadwal perjalanan tertulis penerbangan :  berangkat 4 Jan 09.20 dari Sing sampai Los Angeles di hari yg sama 4 Jan 11.55 waktu sana (waktu LA 15 jam lebih lambat). Dan sudah ditanyakan kepada yang pernah ke sana bahwa perjalanan ke amerika, entah berangkat atau pulang pasti akan mendapati perjalanan siang/malam terus, pdhal perjalanan 18 jam. Dia bertanya, bagaimana shalatnya : sesuai keadaan matahari (siang terus -zhuhur dan ‘ashr saja) atau tetap 5 waktu dg memperkirakan waktunya?
Faridh
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Wa alaikumus salam wa rahmatullah
Pertama, syariat islam memberikan batasan beberapa waktu ibadah, seperti shalat maupun puasa dengan tanda alam yang bisa terindera, yaitu posisi peredaran matahari. Sehingga seorang muslim bisa mengetahui batasan waktu itu dengan dua cara,
1. Melihat langsung tanda alam itu. Allah ajarkan batasan puasa dalam al-Quran,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”(QS. al-Baqarah: 187)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan bagaimana menentukan waktu berbuka,
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Jika malam telah datang dari arah sini dan waktu siang telah berlalu dari sini, serta matahari telah tenggelam, maka itulah saatnya orang yang shaum boleh berbuka.”(Muttafaq ‘alaih).
2. Cara kedua adalah melalui informasi orang yang terpercaya. Sebagaimana yang terjadi pada Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu ‘anhu, sahabat buta yang menjadi petugas adzan untuk waktu subuh. Karena beliau buta, sehingga beliau baru tahu terbitnya fajar, setelah diberi tahu orang lain. (HR. Bukhari 592)
Praktek masyarakat dengan melihat jadwal shalat kalender, termasuk bentuk penerapan cara kedua. Meyakini datangnya waktu ibadah berdasarkan informasi dari orang yang terpecaya. Termasuk juga terkadang awak pesawat menginformasikan waktu shalat kepada para penumpang.
Kedua, mengingat acuan waktu ibadah shalat kembali kepada posisi matahari, ada perbedaan yang sangat signifikan antara waktu  shalat di darat dengan waktu shalat di atas pesawat. Terutama untuk waktu asar, maghrib, dan subuh. Terkadang di darat, matahari sudah tenggelam. Namun di udara matahari masih bisa terlihat dengan jelas.
Di sinilah yang menjadi titik masalah, apa acuan waktu yang harus digunakan?
Waktu di darat yang lurus dengan posisi pesawatnya berada? Ataukah posisi matahari sebagaimana yang terlihat di pesawat?
Jika kita perhatikan beberapa literatur fiqh masa silam, sebenarnya para ulama telah memberikan keterangan tentang kasus semacam ini. Meskipun di zaman itu belum ada pesawat. Keterangan yang mereka samaikan, terkait kasus orang yang tinggal atas gunung atau orang yang berada di atas menara. Ini artinya, masalah perbedaan waktu ibadah karena perbedaan posisi ketinggian, bukan masalah kontemporer.
Imam al-Kasani (w. 587 H) pernah menukil keterangan dari Imam Abu Abdillah bin Abi Musa ad-Dharir. Bahwa beliau pernah ditanya tentang kasus penduduk Iskandariyah. Kota ini merupakan pelabuhan tua di Mesir dan di sana terdapat mercusuar yang dibangun sekitar tahun 280 SM. Tinggi mercusuar ini sekitar 120 m.
Imam Abu Abdillah ad-Dharir ditanya,
Masyarakat di dataran Iskandariyah melihat matahari telah tenggelam. Sementara mereka yang berada di atas mercusuar baru melihat matahari tenggelam beberapa menit setelah itu.
Jawaban Imam Abu Abdillah,
يحل لأهل البلد الفطر ولا يحل لمن على رأس المنارة إذا كان يرى غروب الشمس؛ لأن مغرب الشمس يختلف كما يختلف مطلعها، فيعتبر في أهل كل موضع مغربه
Dibolehkan bagi penduduk daerah (yang tinggal di darat) untuk berbuka. Namun tidak boleh bagi mereka yang berada di uncak menara, sampai dia telah melihat terbenamnya matahari. Karena waktu terbenamnya matahari berbeda-beda sebagaimana waktu terbitnya matahari juga berbeda. Sehingga masing-masing orang mengikuti waktu terbenamnya sesuai posisinya. (Badai’ as-Shanai’, 2/83)
Dengan mengacu pada keterangan beliau, maka acuan waktu shalat bagi penumpang pesawat adalah posisi matahari sebagaimana yang terlihat di pesawat.
Ketiga, islam memberikan kelonggaran bagi musafir untuk menjamak shalat wajibnya. Sehingga memudahkan mereka dalam menentukan waktu shalat. Karena yang harus mereka perhatikan tinggal 3 waktu:
  1. Waktu shalat subuh: sejak terbit fajar hingga terbenam matahari
  2. Waktu dzuhur dan asar: antara tergelincirnya matahari, hingga terbenam matahari.
  3. Waktu Maghrib dan isya: antara terbenamnya matahari, hingga pertengahan malam.
Musafir dibolehkan melakukan jamak taqdim maupun ta’khir, sesuai dengan keadaannya.
Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ فِى غَزْوَةِ تَبُوكَ إِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعَصْرِ وَفِى الْمَغْرِبِ مِثْلَ ذَلِكَ إِنْ غَابَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعِشَاءِ ثُمَّ جَمَعَ بَيْنَهُمَا
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di Tabuk, apabila beliau melakukan perjalanan setelah matahari tergelincir (telah masuk waktu zuhur), maka beliau menjamak shalat zuhur dan ashar (jamak taqdim). Dan apabila beliau melakukan perjalanan sebelum matahari tergelincir, beliau mengakhirkan shalat zuhur hingga beliau jamak di waktu ashar. Untuk maghrib juga demikian. Jika matahari tenggelam sebelum beliu berangkat, beliau menjamak antara maghrib dengan isya (jamak taqdim). Dan jika berangkat sebelum matahari tenggelam, beliau akhirkan shalat maghrib, hingga beliau singgah untuk melakukan shalat isya, kemudian beliau menjamaknya dengan maghrib.
(HR. Muslim 6086, Abu Daud 1210, Tirmidzi 556 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
Keempat, dilema antara waktu dan tata cara
ada banyak kekurangan ketika orang melakukan shalat di atas kendaraan. Diantaranya, dia tidak bisa shalat sambil berdiri, tidak bisa rukuk dan sujud dengan semurna, terkadang tidak menghadap kiblat, dan bahkan terkadang tidak bisa wudhu, dan hanya tayammum. Sehingga shalat di kendaraan, menyebabkan tata cara shalatnya sangat jauh dari kondisi sempurna.
Berbeda dengan shalat di darat. Dia bisa laksanakan dengan lebih sempurna. Hanya saja waktunya di akhirkan.
Di sinilah musafir dihadapkan pada dua pilihan, pertama, melakukan shalat di awal waktu, namun di atas kendaraan dengan penuh kekurangan. Kedua, menunda waktu shalat namun dia bisa kerjakan secara lebih sempurna.
Anda bisa perhatikan kaidah fiqh berikut untuk menentukan pilihan yang terbaik,
الفضيلة في ذات العبادة مقدمة على الفضيلة في مكان أو وقت العبادة
Menyempurnakan tata cara ibadah lebih didahulukan dari pada mengambil tempat atau waktu yang utama dalam ibadah. (Fawaid ar-Rajihi, 5/4)
Berdasarkan kaidah ini, kita ditekankan untuk memilih opsi kedua, menunda waktu shalat namun dia bisa kerjakan secara lebih sempurna, dengan catatan tidak sampai keluar waktu shalat.
Seperti inilah yang difatwakan Imam Ibnu Utsaimin. Bahkan beliau melarang shalat wajib di pesawat selama masih memungkinkan dikerjakan di darat, karena waktunya belum berakhir, atau bisa dijamak dengan shalat setelahnya.
Dalam Majmu’ Fatawanya, beliau menyatakan,
“Jika masih memungkinkan mendarat sebelum berakhir waktu shalat yang sekarang, atau sebelum berakhir waktu shalat selanjutnya yang memungkinkan untuk dijamak, maka tidak boleh shalat di pesawat karena shalat di pesawat itu tidak bisa menunaikan semua hal wajib dalam shalat. Jika memang demikian keadaannya maka hendaknya menunda shalat hingga mendarat lalu shalat di darat dengan cara yang benar” (Majmu’ Fatawa War Rasa-il, fatwa no.1079).
Sebagai contoh,
Anda yang melakukan perjalanan ke tanah suci, berangkat dari jakarta jam 10.00 WIB, anda akan tiba di Jedah sekitar jam 15.00 waktu Saudi. Dan itu baru masuk waktu shalat asar. Dengan menerapkan keterangan di atas, anda tidak selayaknya melakukan shalat dzuhur dan asar di pesawat. Namun anda bisa tunda hingga mendarat, sehingga bisa melakukan shalat dzuhur dan asar dijamak ta’khir di Jedah.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial

Hukuman Mati Untuk Penghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam



Penembakan Charlie Hebdo

Charlie Hebdo Penghina Nabi?

Ada penyerangan kantor majalah Charlie Hebdo yang membuat karikatur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hingga ada banyak yang mati. Apakah tindakan ini dibenarkan? dan Bagaimana sikap kita?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Ulama sepakat, orang yang menghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhak mendapat hukuman mati.
Berikut kita simak keterangan Syaikhul Islam al-Harrani dalam kitabnya as-Sharim al-Maslul,
وقد حكى أبو بكر الفارسي من أصحاب الشافعي إجماع المسلمين على أن حد من سب النبي صلى الله عليه و سلم القتل كما أن حد من سب غيره الجلد
Abu bakr al-Farisi, salah satu ulama syafiiyah menyatakan, kaum muslimin sepakat bahwa hukuman bagi orang yang menghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bunuh, sebagaimana hukuman bagi orang yang menghina mukmin lainnya berupa cambuk.
Selanjutnnya Syaikhul Islam menukil keterangan ulama lainnya,
قال الخطابي : لا أعلم أحدا من المسلمين اختلف في وجوب قتله؛
Al-Khithabi mengatakan, “Saya tidak mengetahui adanya beda pendapat di kalangan kaum muslimin tentang wajibnya membunuh penghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
وقال محمد بن سحنون :  أجمع العلماء على أن شاتم النبي صلى الله عليه و سلم و المتنقص له كافر و الوعيد جار عليه بعذاب الله له و حكمه عند الأمة القتل و من شك في كفره و عذابه كفر
Sementara Muhammad bin Syahnun juga mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa orang yang mencela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menghina beliau statusnya kafir. dan dia layak untuk mendapatkan ancaman berupa adzab Allah. Hukumnya mennurut para ulama adalah bunuh. Siapa yang masih meragukan kekufurannya dan siksaan bagi penghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti da kufur.”
(as-Sharim al-Maslul, hlm. 9).
Keteragan lain juga disampaikan as-Syaukani. Ketika menjelaskan hadis yang menyebutkan hukuman bunuh bagi penghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengatakan,
وفي حديث ابن عباس وحديث الشعبي دليل على أنه يقتل من شتم النبي صلى الله عليه وسلم. وقد نقل ابن المنذر الاتفاق على أن من سب النبي صلى الله عليه وسلم صريحا وجب قتله
Dalam hadis Ibnu Abbas dan hadis asSya’bi terdapat dalil bahwa orang yang menghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dihukum bunuh. Ibnul Mundzir menyebutkan bahwa ulama sepakat, orang yang menghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kalimat teas, wajib dibunuh. (Nailul Authar, 7/224).

Dalil Hukuman Bunuh bagi Penghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Diantara dalil yang secara tegas menunjukkan hukuman mati bagi penghina NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hadis dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
أَنَّ يَهُودِيَّةً كَانَتْ تَشْتُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقَعُ فِيهِ ، فَخَنَقَهَا رَجُلٌ حَتَّى مَاتَتْ ، فَأَبْطَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَمَهَا
Ada seorang wanita yahudi yang menghina Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mencela beliau. Kemudian orang ini dicekik oleh seorang sahabat sampai mati. Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggugurkan hukuman apapun darinya. (HR. Abu Daud 4362 dan dinilai Jayid oleh Syaikhul Islam)
Hadis di atas semakna dengan hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma,
Dulu ada sahabat buta yang memiliki seorang budak wanita, yang suka menghina dan mencela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sahabat buta inipun melarangnya dari perbuatan itu. Namun dia tetap terus menghina beliau. Sang sahabat kembali melarangnya dengan keras, tapi dia tidak mau berhenti.
Di suatu malam, budak wanita ini kembali mencela dan menghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akhirnya sang sahabat buta ini mengambil pisau, kemudian ditusukkan ke perut budak wanita itu, kemudian dia tindih sampai mati.
Pagi harinya, berita ini sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau kumpulkan para sahabat, dan bertanya,
أَنْشُدُ اللَّهَ رَجُلًا فَعَلَ مَا فَعَلَ لِي عَلَيْهِ حَقٌّ إِلَّا قَامَ
Saya jadikan Allah sebagai saksi, jika benar ada orang yang melakukan pembelaan kepadaku, tolong dia berdiri.
Kemudian berdirilah lelaki buta itu, dan dia ceritakan kejadian yang sebenarnya. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلا اشْهَدُوا أَنَّ دَمَهَا هَدَرٌ
Saksikanlah bahwa darah wanita itu tidak bisa dituntut. (HR. Abu Daud 4363, ad-Daruquthni 3242 dan dishahihkan al-Albani).
Ketentuan ini, hanya khusus untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika yang dihina selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat tidak memberlakukan hukuman bunuh. Hanya saja kebijakan hukumannya dikembalikan kepada pemerintah.
Abu Barzah al-Aslami menceritakan, ada orang yang menghina Abu Bakr as-Shiddiq. Lalu saya bertanya, “Boleh saya membunuhnya?”
Beliaupun memarahiku, dan mengatakan,
لَيْسَ هَذَا لِأَحَدٍ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Pembelaan ini tidak boleh untuk seorangpun selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Ahmad 55, Nasai 4071 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Siapa Pelaksana Hukuman Ini?

Yang berwenang melaksanakan hukuman ini hanyalah pemerintah. Selain mereka tidak berhak, kecuali tuan kepada budaknya. Karena seorang tuan, berhak memberikan hukuman had kepada budaknya, sebagaimana yang dilakukan sahabat buta di atas kepada budaknya.
Terlebih, jika pelakunya warga negara kafir yang bisa jadi mereka akan melakukan pembalasan lebih kejam kepada kaum muslimin. Sehingga tidak dibenarkan melakukan tindak pembunuhan secara ilegal semacam ini.
Dr. Soleh al-Fauzan pernah ditanya
السائل: هل يجوز اغتيال الرسام الكافر الذي عرف بوضع الرسوم المسيئة للنبي صلى الله عليه وسلم؟
Penanya: Bolehkah membunuh kartunis kafir yang terkenal dengan membuat kartun yang menghina Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam?
Jawaban beliau,
الشيخ: هذا ليس طريقة سليمة الاغتيالات وهذه تزيدهم شرا وغيظا على المسلمين لكن الذي يدحرهم هو رد شبهاتهم وبيان مخازيهم وأما النصرة باليد والسلاح هذه للولي أمر المسلمين وبالجهاد في سبيل الله عز وجل نعم
Ini bukanlah cara yang tepat. Melakukan pembantaian. Ini akan menambah keburukan dan kemarahan mereka kepada kaum muslimin. Akan tetapi, cara menolak mereka adalah dengan membantah keyakinan menyimpang mereka dan menjelaskan perbuatan mereka yang sangat memalukan tersebut. Adapun membela (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam) dengan tangan dan senjata, maka ini hanyalah untuk para pemerintah kaum muslimin dan hanya melalui jihad di jalan Allah ‘Azza wa Jalla.
Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/1960

Terkait Video Penyerangan Kantor Charlie Hebdo

Hingga kini kita belum bisa memastikan kebenaran video penyerangan itu, dan apa benar ada 11 korban dalam penyerangan itu. Karena kami juga mendapatkan informasi bahwa itu hanya konspirasi barat sebagai alasan untuk membalas orang islam, dengan memanfaatkan suasana yang sedang marak di barat, karikatur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menurut beberapa analis, video kejadian yang sulit dicerna nalar. Ada banyak sisi yang sulit membenarkan kasus pembunuhan itu.
Di sini, kita hanya menilai sikap. Yang benar kita nilai benar dan yang salah, tetap kita salahkan sekalipun pelakunya muslim.
Selalu berdoa kepada Allah, agar kita dijauhkan dari tipu daya setan dan bala tentaranya.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial

Orang Tua, Pintu Surga Paling Tengah



berbakti kepada orang tua

Doa untuk Kesembuhan Ibu

Assalamu’alaikum Ustadz…semoga Allah Azza Waa Jalla slalu menyertai antum sekeluarga..Aamiin Yaa Robbal’alaamiin… Afwan Ustadz..ana mau bertnya bgmna sikap hamba dlam menghadapi ibu ana yg lagi terbaring d rmah skit…mhon jawabnx Ustadz…Mngkin ada doa2 yang d anjurkan dlam syariat Ustadz…Baraakallahu fiik yaa Ustadz
Dari Betraf via Tanya Ustadz for Android
Jawaban:
Wa ‘alaikkumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Kami turut berduka atas musibah yang dialami ibu anda. Semoga Allah menjadikan musibah yang beliau alami sebagai sumber pahala dan pennghapus dosa.
Kondisi yang saat ini dialami ibu anda, jadikan kesempatan untuk berbakti kepada beliau. Orang yang sakit sangat butuh pelayanan. Dan dia akan akan terkenang dengan oranng yang setia melayaninya. Tunjukkan bakti anda, simpati anda kepada beliau, insyaaAllah menjadi sumber pahala bagi anda.
Dari Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ
Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya. (HR. Ahmad 28276, Turmudzi 2022, Ibn Majah 3794, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Keterangan Hadis
Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi disebutkan keterangan al-Baidhawi,
وقال القاضي البيضاوي؛ والمعنى أن أحسن ما يتوسل به إلى دخول الجنة ويتوسل به إلى وصول درجتها العالية مطاوعة الوالد ومراعاة جانبه , وقال غيره : إن للجنة أبوابا وأحسنها دخولا أوسطها , وإن سبب دخول ذلك الباب الأوسط هو محافظة حقوق الوالد
Al-Qadhi Baidhawi mengatakan, “Makna hadis, bahwa cara terbaik untuk masuk surga, dan sarana untuk mendapatkan derajat yang tinggi di surga adalah mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling nnyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk surga melalui pintu itu adalah menjaga hak orang tua.’ (Tuhfatul Ahwadzi, 6/21).

Doa Untuk Orang Sakit

Ada beberapa doa yang bisa kita baca ketika menjenguk orang sakit. Doa ini berlaku untuk semua orang sakit, baik keluarga maupun di luar keluarga. Anda bisa rutinkan doa ini ketika bersama ibu anda,
Pertama, Doa Minta Kesembuhan
Letakkan tangan anda di badan si sakit, ucapkan
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أذْهِبِ البَاسَ، اِشْفِ أنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفاءَ إِلاَّ شِفاؤُكَ شِفاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَماً
ALLAAHUMMA RABBAN NAAS, ADZ-HIBIL BAAS, ISYFI ANTAS SYAAFII, LAA SYIFAA-A ILLAA SYIFAA-UKA, SYIFAA-AN LAA YUGHAA-DIRU SAQAMAA
“Yaa Allah, Tuhan seluruh manusia, hilangkanlah sakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah As-Syafi (Sang Penyembuh), tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.”
Hadis selengkapnya:
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan: Apabila ada di antara kami yang sakit maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusapkan tangan kanan beliau, kemudian membaca : Allahumma rabban naas... dst. (HR. Bukhari 5675 dan Muslim 2191)
Kedua, Minta Kesembuhan 7 kali
Mendekatlah ke orang yang sakit, dan baca doa berikut:
أَسْأَلُ اللَّهَ العَظِيمَ رَبَّ العَرْشِ العَظِيمِ أنْ يَشْفِـــيَكَ   (7 kali)
AS-ALULLAAHAL ADZIIM RABBAL ‘ARSYIL ADZIIM, AN YASY-FIYAK (7 kali)
“Aku memohon kepada Allah yang Maha Agung, Pemilik arsy yang agung, agar Dia menyembuhkanmu.”
Keterangan:
  1. Doa ini dibaca oleh orang yang menjenguk orang sakit, di dekat si sakit.
  2. Boleh dibaca agak keras sehingga si sakit ikut mendengar, boleh juga dengan suara pelan.
  3. Dibaca sebanyak 7 kali.
Keutamaan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عادَ مَرِيضاً لَمْ يَحْضُرْ أجَلُهُ، فَقالَ عِنْدَهُ: سَبْعَ مَرَّاتٍ: أسألُ اللَّهَ العَظِيمَ رَبّ العَرْشِ العَظِيمِ أنْ يَشْفِيكَ، إلاَّ عافاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعالى مِن ذلِك المَرَضِ
Siapa yang menjenguk orang sakit, yang belum datang ajalnya. Kemudian dia membaca doa ini di dekatnya sebanyak 7 kali; maka Allah akan menyembuhkannya dari penyakitnya itu. (HR. Ahmad 2137, Abu Daud 3106, Turmudzi 2083, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
Ketiga, Ikuti Ruqyah Jibril
Ruqyah ini pernah dibaca jibril untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamketika beliau sakit,
بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كل شئ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أو عَيْنٍ حاسِدٍ، اللَّهُ يَشْفِيكَ، بِسْمِ اللَّهِ أرْقِيكَ
BISMILLAAHI ARQII-KA, MIN KULLI SYAI-IN YUK-DZIIKA, MIN SYARRI KULLI NAFSIN AW ‘AININ HAASIDIN, ALLAAHU YASYFII-KA, BISMILLAAHI ARQII-KA
“Dengan nama Allah, aku meruqyah-mu, dari semua yang menyakitimu, dari kejahatan setiap jiwa dan mata hasad, semoga Allah menyembuhkanmu, Dengan nama Allah, aku meruqyah-mu.”
Demikian, semoga bermanfaat…
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial

Shalat Sambil Gendong Bayi Pakai Pampers



Shalat Sambil Gendong Bayi Pakai Pampers

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb.
Ketika berbincang dengan teman yang sudah menjadi ummahat, beliau bercerita, jika ia sedang sholat dan si anak mengangis maka ia akan ambil anaknya dan menggendongnya, jadi ia sholat dengan tetap menggendong si anak. Ketika ana tanyakan padanya, apakah rasul dulu juga seperti itu? ia bilang ya, apakah itu benar ustadz? apakah sholatnya tetap sah? karena setahu ana kan hanya diperbolehkan tiga gerakan saja? bagaimanakah sholat Rasulullah. Jazakumullah jika dijelaskan, ini sangat berguna jika sudah menjadi ibu-ibu kelak. tentunya seorang ibu akan sangat resah jika anak menangis, sholat tdk dapat khusyu’ dan tentunya akan ringan rasa itu jika diperbolehkan menggendong anak dalam sholat.
Penanya: Winna
Jawaban Ustadz Muhammad Arifin Badri
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rosululloh, keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat, amiin.
Langsung saja, betul, dahulu Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam kadang kala mengangkat cucunya, Hasan, Husain, Umamah rodhiallohu anhum ketika sedang sholat, bahkan suatu saat ketika beliau sedang sholat, beliau menggendong cucunya yang bernama Umamah bin Abil ‘Ash, sehingga ketika sedang berdiri, beliau menggendongnya, dan ketika ruku’ dan sujud, beliau menurunkannya, padahal kala itu beliau sholat mengimami para sahabatnya.
Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dan juga lainnya. Oleh karena itu para ulama’ menegaskan bahwa boleh bagi orang yang sedang sholat untuk mengangkat, atau menggendong anak kecil.
Akan tetapi ada satu hal yang perlu diingat, yaitu ketika kita hendak menggendong anak kecil dalam sholat, maka anak tersebut harus dalam keadaan suci, tidak sedang ngompol, atau bajunya dalam keadaan najis, atau mengenakan popok atau diapers yang tentunya berisikan najis. Sebab orang yang sedang sholat diperintahkan untuk meninggalkan atau melepaskan setiap yang najis dari pakaian, atau sandal atau kaus kaki atau tempat ia sholat.
Dengan demikian bila anak kita mengenakan diapers, maka kita tidak boleh menggendongnya, karena biasanya si anak telah pipis atau bahkan buang air besar di dalamnya, sehingga bila kita menggendongnya berarti kita membawa najis ketika sedang sholat, dan ini tentunya terlarang.
Dahulu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah sholat mengenakan sandal, dan ketika di tengah-tengah sholat tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandalnya, sehingga para sahabat pun ikut-ikutan melepaskan sandalnya. Seusai sholat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa ia diberi tahu oleh Malaikat Jibril bahwa di sandalnya terdapat kotoran (najis), oleh karena itu beliau melepaskan sandalnya.
Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Ad Darimi dan lain-lain. Semoga jawaban pendek nan singkat ini cukup memberikan gambaran bagi kita semua.
Wallohu a’lam bisshowab.
Dijawab oleh Ustadz DR.Muhammad Arifin Baderi (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial